RUBRIK.co.id, Makassar-Angka perceraian di Kota Makassar pada 2019 meningkat daripada tahun 2018. Perkara perceraian disebabkan berbagai masalah, seperti alasan himpitan ekonomi, percekcokan, kekerasan dalam rumah tangga, perselisihan secara terus-menerus, akhlak atau salah satunya yang meninggalkan pasangannya.
Namun ternyata ada perkara perceraian lain yang mengejutkan, dimana pasangan memiliki orientasi seksual yang berbeda.
“Persoalan orientasi seksual itu ada, tetapi itu kan kecil yang tidak sampai lima (kasus) paling itu dengan persentase 3.000 (perkara perceraian) paling itu 1 persen, sekitar 10 orang, tapi itu tidak terbukti ke sana karena yang dibuktikan adalah cekcoknya,” kata Kepala Humas Pengadilan Agama Makassar Syaifuddin di kantornya, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, Senin 23 Desember 2019 kepada wartawan.
“Penyuka sesama jenis yang di dalam persidangan yang muncul justru soal percekcokannya. Kenapa cekcoknya? Karena dia lebih senang dengan temannya yang suka sesama jenis,” sambung Syaifuddin.
Lanjut kata Syaifuddin, hingga perhitungan Jumat 20 Desember lalu., angka perkara gugatan perceraian di Makassar menembus 3.543 perkara. Angka ini diperkirakan akan menembus lebih dari 3.600 perkara hingga akhir Desember nanti.
“Yang ini kalau sekarang itu penyelesaian perkara itu 90%. Penyebab atau faktor perceraian yang pertama soal ekonomi, yang kedua cekcok,” jelasnya.
Menurut Syaifuddin, Dikatakannya, hampir semua kasus yang masuk didasari percekcokan, juga masalah ekonomi keluarga, serta adanya tindakan KDRT dan suami yang terjerat urusan pidana khususnya kasus narkoba. Menurutnya, rata-rata usia pemohon yang mengajukan perceraian berkisar 30 tahun ke bawah dan hanya sebagian kecil yang mengajukan permohonan perceraian di atas 60 tahun ke atas.
Syaifuddin menambahkan rata-rata per hari gugatan yang masuk ke pihaknya 20 perkara lewat Posbakum. Angka ini belum termasuk gugatan yang dilayangkan lewat pengacara.
“kalau lewat pengacara maka total perkara gugatan yang masuk bisa mencapai 30 perkara per hari,” ucapnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Panitera PA Makassar, Hartanto saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jumat 20 Desember 2019. mengungkapkan angka perceraian di Makassar setiap tahun makin meningkat. Selama tahun 2019, angka perceraian yang ditangani Pengadilan Agama (PA) Makassar sebanyak 3.543 perkara, meningkat sekitar 25 persen dari tahun 2018 sebanyak 2.804 perkara.
Hartanto mengatakan hingga pertengahan Desember ini pengajuan perkara cerai sebanyak 3.607 kasus, namun yang telah diputus sebanyak 3.543 kasus. Fenomena tingginya perceraian di Makassar, kata Hartanto, mayoritas dilakukan kalangan usia muda atau rata-rata usia di bawah 40 tahun.
“Ada beberapa faktor penyebabnya seperti alasan himpitan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, perselisihan secara terus-menerus, akhlak atau salah satunya yang meninggalkan pasangannya,” ujar Hartanto.
Menurut Hartanto, pihak PA lebih dulu mengupayakan proses mediasi oleh tim mediator yang sudah ditunjuk jika ada suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai dengan membawa bukti Surat Nikah dan alasan gugatan cerai. Jika proses perdamaian berakhir buntu, lanjutnya, maka pihak Pengadilan Agama kemudian mengagendakan sidang perceraian dan menentukan majelis hakim yang akan memutus perkara.
“Jika majelis hukum telah memutus perkaranya, maka Surat Nikah pasangan yang bercerai kita simpan dan mereka diberikan dokumen Akta Cerai,” pungkas Hartanto. (int)
Komentar