RUBRIK.co.id,BULUKUMBA- Penyitaan dengan kekerasan yang dilakukan oleh oknum debt collector di Kabupaten Bulukumba menyita perhatian publik.
Pasalnya, penyitaan secara paksa oleh oknum debt collector ini bukanlah pertama kali terjadi, bahkan kali ini menimbulkan korban. Seorang ibu mengalami luka hampir di sekujur tubuhnya akibat dugaan kekerasan yang dilakukan oleh oknum debt collector.
Salah seorang Praktisi Hukum, Muhammad Syahban Munawir, menjelaskan, bahwa pihak pembiayaan tidak boleh secara serta-merta melakukan tindakan penyitaan.
Pria yang akrab disapa Awi itu memaparkan untuk melakukan penyitaan petugas atau kolektor yang ditugaskan mesti dilengkapi sejumlah dokumen.
“Mesti dicek dulu apakah debt collectornya mengantongi surat kuasa dari pembiayaan bersangkutan, kemudian apakah ada sertifikat fidusia yang berkekuatan tetap, dan setiap debt collector juga mesti memiliki kartu SPPI (Sertifikasi Profesi Pembiayaan Indonesia. Kalau tidak ada ini semua tidak diperbolehkan melakukan penyitaan,” terangnya, Senin, 29 November 2021.
Terkait kasus penyitaan paksa yang dilakukan oleh oknum debt collector di Kabupaten Bulukumba, Awi mengangap penyitaan itu keliru.
Pertama, lanjut Awi yang juga adalah Kuasa Hukum tetap di salah satu perusahaan pembiayaan itu, penyitaan dilakukan secara paksa dan dengan melakukan tindak kekerasan, menurutnya baik itu secara hukum maupun kemanusiaan kekerasan itu tidak diperbolehkan.
Kedua, secara prosedural. Jika berdasarkan pengakuan korban bahwa telah meminta kepada pihak finens untuk membayar di bulan depan berarti pihak kreditur telah memiliki niat bayar dan jika demikian pihak debt collector tidak boleh melakukan penyitaan.
Selain itu, tambah Awi, pihak perusahaan dalam hal ini MTF juga dapat tersandung apabila debt collector yang ditugaskan itu tidak memiliki sertifikat SPPI yang dikeluarkan oleh OJK.
Awi berharap kasus ini dapat segera diselesaikan oleh penegak hukum dan kasus demikian tidak kembali terulang karena menurutnya hal tersebut merupakan presidium buruk yang dapat merusak citra perusahaan pembiayaan.
• MTF Bantah Lakukan Penyitaan Paksa
Pimpinan Mandiri Tunas Finance (MTF) Fatmawati Makassar, Olan Pohan yang dikonfirmasi mengungkapkan bahwa collector yang melakukan penarikan kedaraan tersebut adalah pihak ke-tiga.
“Iya, saya sudah dapat informasi (soal oknum debt collector MTF yang melakukan kekerasan) tetapi baru dari media. Sementara lagi saya tanyakan kepada pihak ke 3 (PT penagihan yang diberikan kuasa),” kata Olan saat dikonfirmasi wartawan via WhatsApp
Kendati demikian Olan Pohan membantah jika pihaknya melakukan penarikan atau penyitaan kendaraan secara paksa.
“Informasi yang saya dapat dari team di lapangan bahwa tidak ada penarikan maupun penyitaan secara paksa karena pemegang unit sudah menandatangani BASTK (berita acara serah terima kendaraan) dan ditanda tangani di dalam rumah pemegang unit,” terangnya.
Terkait pengakuan dari korban yang mengalami penganiayaan hingga menyebabkan luka-luka hampir di sekujur tubuh Olan mengaku belum mendapatkan informasi.
“Untuk luka-luka yang dialami oleh korban saya belum terinfo lebih lanjut dan akan kami tanggapi lebih lanjut di dalam proses dan hasil penyidikan,” tukasnya.
Sebelumnya, Oknum debt collector diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap kreditur yang merupakan seorang perempuan paruh baya warga Desa Palambarae Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba, Sabtu, 27 November 2021.(**)
Komentar