Pengamat politik IPI sebut Masih Sulit Menandingi Kekuatan Petahana di Bulukumba

RUBRIK.co.id,BULUKUMBA- Memasuki tahapan pelaksanaan Pilkada sertentak 2024, isu politik di Kabupaten Bulukumba cenderung sepi dari perbincangan publik. Kondisi ini diisinyalir sebagai gambaran sulitnya menandingi kekuatan petahana, Bupati, Andi Muchtar Ali Yusuf (Andi Utta) dan Wakil Bupati, Andi Edy Manaf.

Direktur Eksekutif Indeks Politica Indonesia (IPI), Dr. Suwardi Idris Amir mengungkapkan, sejauh ini kekuatan incumbent, Andi Utta dan Edy Manaf masih sulit terdandingi. Beberapa figur yang akan menjadi penantang masih berpikir dan berusaha ekstra menyaingi kekuatan politik keduanya.

Pertimbangannya, kata Suwardi, pertama dibutuhkan cost politik yang besar untuk melawan Andi Utta. Tidak bisa dipungkiri, salah satu faktor penentu kemenangan dalam pertarungan politik adalah biaya politik yang tinggi.

“Sehingga untuk menghadapi Andi Utta itu dibutuhkan energi yang besar, membutuhkan cost politik yang besar, dan itu harus disiapkan oleh lawannya,” terangnya.dikutip dari bicarabaik.id

Kedua, lanjut Suwardi, dibutuhkan gerbong politik yang sangat besar. Karena selain petahana, Andi Utta juga merupakan pengusaha dan tokoh di Bulukumba.

“Tidak bisa dipungkiri, Andi Utta ini kan pengusaha sukses. Dia punya kemampuan memblokir seluruh jaringan pengusaha di Sulsel untuk tidak bisa membantu calon lawan-lawannya, terutama donatur-donatur pilkada,” paparnya.

Hingga kini, belum ada sikap politik yang jelas dan tegas dari petahanan Andi Utta dan Andi Edy Manaf terkait keberlanjutan keduanya di periode kedua memimpin Kabupaten Bulukumba. Namun menurut Suwardi, beberapa kemungkinan dapat terjadi bagi keduanya.

Jika keduanya memutuskan melanjutkan langkah di periode kedua ini, kata Suwardi, akan menjadi beban berat bagi lawan-lawan politiknya. Sekali pun beberapa figur yang telah diberikan mandat oleh partai untuk bertarung di Pilkada Bulukumba.

Seperti Arum Spink yang mendapat mandat dari NasDem, Tomy Satria di PKB, dan Jamal M Syamsir di Golkar. Salah satu kendala terbesar tokoh-tokoh muda ini adalah mengumpulkan cost politik yang besar.

“Seperti itulah kondisi politik di Bulukumba. Itu realitasnya dan saya tidak mengecilkan pesaingannya, tapi harus menyiapkan diri secara matang untuk melawan Andi Utta,” terang Suwardi.

Sementara jika Andi Utta dan Edy Manaf memilih mengakhiri duet politiknya, kata Suwardi, kondisinya tidak akan jauh berbeda. Andi Utta tetap menjadi figur “seksi” yang akan dilirik kandidat lainnya.

“Justru ini akan membuka ruang bagi figur lainnya. Karena saya yakin semua figur yang ada saat ini sangat ingin dilirik oleh Andi Utta selaku petahana. Biar bagaimanapun, menghadapi Andi Utta membutuhkan energi yang sangat besar,” ujarnya.

Sementara di sisi lain, Edy Manaf harus berpikir matang dan mempehitungkan risiko politik jika memutuskan melawan Andi Utta. Tantangan utamanya adalah, Edy Manaf harus memilih pasangan yang tepat.

“Kalau misalnya Andi Utta berpisah dengan Edy Manaf berpisah, ini memang cukup menarik. Apalagi ketika Edy Manaf memutuskan untuk melawan Andi Utta, dia membutuhkan pasangan yang memiliki basis dan cost politik yang bagus, yang kuat,” urainya.

Masalahnya, kata Suwardi, apakah figur yang ada saat ini cocok atau ingin berpasangan dengan Edy Manaf? Misalnya, Edy Manaf menggandenga tokoh muda, Tomy Satria Yulianto (TSY) yang memiliki geopolitik yang sama dengan Andi Utta.

“Nah ini menarik, karena TSY ini kan punya basis dan satu geopolitik dengan Andi Utta. Tapi kalaupun Andi Edy bespisah dengan Andi Utta, Andi Utta tidak sulit mendapatkan calon wakil yang memiliki basis,” paparnya.

“Karena pada dasarnya semua figur ini berharap digandeng Andi Utta. Contoh misalnya Andi Aan (Andi Anwar Purnomo) dan Arum Spink, itu kan kuat. Pasti figur-figur ini sangat dibutuhkan oleh Andi Utta dan sangat berharap bisa digandeng Andi Utta,” tutup Suwardi menyimpulkan.(**)

Komentar