Guru Besar FHUI Prof. Topo Santoso:Jaksa Pemegang Dominus LitisSebagai Control and Management Case

RUBRIK.co.id, JAKARTA– Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Topo Santoso, menegaskan pentingnya peran Jaksa sebagai pemegang kendali dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Dalam konsep dominus litis, Jaksa bukan hanya bertugas membawa berkas dari penyidik ke pengadilan, tetapi memiliki wewenang penuh dalam menentukan kelayakan suatu perkara untuk disidangkan.

“Jaksa adalah master of the case. Mereka memiliki otoritas untuk memastikan bahwa perkara yang diajukan ke pengadilan memiliki dasar hukum yang kuat, serta mencegah proses hukum yang berpotensi merugikan keadilan,” ujar Prof. Topo dalam diskusi hukum yang membahas perkembangan peran Jaksa dalam sistem peradilan pidana.

Konsep dominus litis, yang diadopsi dari sistem hukum civil law, telah diterapkan dalam berbagai kasus di Indonesia, termasuk tindak pidana pemilu dan pemberantasan mafia tanah. Dalam kasus tindak pidana pemilu, Jaksa bekerja sama dengan penyidik dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan proses hukum berjalan cepat dan akurat sesuai dengan batas waktu yang ketat. Sementara dalam Satgas Mafia Tanah, Jaksa memiliki peran strategis dalam mengawal jalannya penyidikan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau penyimpangan hukum.

Penguatan peran Jaksa sebagai pengendali perkara juga mendapat dukungan dari berbagai pakar hukum atas pentingnya implementasi asas dominus litis dalam penanganan perkara pidana. Penguatan asas ini merupakan bagian integral dalam pembangunan sistem peradilan pidana di Indonesia, mengingat peran strategis Jaksa dalam penegakan hukum pidana. 

Keberhasilan Kejaksaan dalam mengungkap berbagai kasus korupsi besar, seperti skandal korupsi pertambangan di PT Timah dengan nilai kerugian mencapai Rp271 triliun, telah meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi ini. Survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan Agung mencapai 74%, meningkat dari 67% pada Februari 2024.

Namun, menurut Prof. Topo, peran Jaksa sebagai pemegang kendali perkara ini masih perlu diperkuat melalui penyempurnaan hukum acara pidana. “Pembaruan KUHAP menjadi sangat mendesak agar dapat lebih mengakomodasi peran Jaksa dalam sistem peradilan pidana,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menyoroti pentingnya kerja sama antara penyidik, Jaksa, dan Hakim dalam menciptakan sistem peradilan pidana yang efektif dan berkeadilan. “Keberhasilan sistem peradilan tidak hanya bertumpu pada Jaksa, tetapi juga bagaimana seluruh ekosistem hukum—penyidik, Jaksa, dan Hakim—bekerja secara sinergis,” pungkasnya.

Diskusi ini menjadi pengingat bahwa penegakan hukum yang kuat tidak hanya bergantung pada aturan, tetapi juga pada bagaimana setiap aktor dalam sistem peradilan menjalankan perannya dengan profesionalisme dan integritas.***

Komentar