RUBRIK.co.id,BULUKUMBA- Kasus pembunuhan di kabupaten Bulukumba terhitung sejak Bulan Januari sampai pertengahan Juli 2020 sudah terjadi delapan peristiwa pembunuhan.
Kasus yang menjadi perhatian sampai saat ini terjadi terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) staf di RSUD Andi Sultan Daeng Raja yang tewas dibunuh saat mengantar istrinya berbelanja di pasar.
Kasat Reskrim polres Bulukumba AKP Berry Juana Putra melalui Kepala Unit (Kanit) Tindak Pidana Umum (Tipidum) Aipda Andi.Hamka mengatakan tercatat ada sembilan kasus pembunuhan yang ditangani kepolisian sejak Januari sampai bulan Juli 2020.
” Kalau tidak salah sudah ada 9 Kasus dinda sampai sekarang,”kata Andi Hamkah.
Menyikapi hal ini sosiolog muda Bulukumba Baso Marewa mengatakan kalau kita berdasar pada hasil penelitian yang dilakukan oleh salah seorang pakar bernama Tcherni pada tahun 2011 lalu, yakni ada tiga faktor utama pemicu dalam kasus pembunuhan yaitu kemiskinan atau pendidikan rendah, gangguan keluarga, dan komposisi rasial. Selain iru, struktur sosial dan keluarga juga sangat berperan penting dalam membentuk pribadi seseorang yang
melakukan tindak pembunuhan.
Menurut Sarjana Sosiologi Universitas Negeri Makassar Mengacu pada kesimpulan tersebut di atas, melihat maraknya kasus pembunuhan di Kabupaten Bulukumba beberapa bulan terkahir ini, menurut saya tidak terlepas dari ketiga faktor di atas.
Tapi lebih khusus saya lebih tertarik melihat dari faktor ekonomi atau rendahnya tingkat pendidikan. Biasanya di daerah yang rendah pertumbuhan ekonominya tingkat kriminalitas itu justru cinderung meninggi.
Tetapi yang perlu digarisbawahi di sini, setiap kasus tentu memiliki karakteristik yang berbeda. Dalam artian berdasarkan teori tindakan yang dicetuskan oleh Weber, seseorang bertindak atas dasar, pertama karena didasari oleh pertimbangan instrumental, kedua seseorang bertindak karena orientasi nilai, ketiga karena mengikuti arus tradis, dan keempat karena afeksi atau didasari ledakan emosional.
Kalau melihat kasus yang baru saja terjadi di Kasuara, yang menurut Polisi didasari oleh kekesalan pelaku terhadap korban, maka tindakan pelaku terhadap korban bisa disebut sebagai afeksi atau ledakan emosi, di mana EQ (Emosional) dari pelaku lebih dominan dari IQ (Intelegensi) nya.
Dan titik temunya, berdasarkan kesimpulan penelitian dari Tcherni seperti apa yang dipaparkan di atas, maka bisa dibilang seseorang yang memiliki pendidikan yang rendah cinderung lebih mengedepankan EQ daripada IQ.
Pendidikan rendah tidak terlepas dari kondisi ekonomi, pendidikan rendah yang dimaksud di sini bukan saja tingkatan sekolah, namun juga kualitas pendidikan yang disajikan, baik itu pendidikan formal maupun informal.
Maka tingginya angka kriminalitas dapat terjadi karena permasalahan ekonomi yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan. Sehingga menurut saya tugas kita semua khususnya pemerintah untuk memajukan kualitas pendidikan bukan saja di sektor formal juga di sektor informal.
Selan itu juga, keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat atau sebagai pencetak dari masyarakat itu sendiri, sedari awal harus membentuk karakter masyarakat yang dicetaknya sesuai moral sosial yang dianggap benar.(**)
Komentar