RUBRIK.co.id,BULUKUMBA- Untuk mengantisipasi praktek money politic selama pelaksanaan kampanye maupun pada masa tenang, kepala desa Bontonyeleng, kecamatan Gantarang, kabupaten Bulukumba , Sulawesi Selatan menyiapkan akan melakukan patroli untuk menangkap para pelaku money politic di desanya.
Hal ini diungkapkan kepala Desa Bontonyeleng Andi Mauragawali kepada wartawan Senin 5 Februari 2024.
Opu sapaan akrab Andi Mauragawali kalau dirinya telah membentuk tim dengan melibatkan kepala dusun, RT, RK tokoh masyarakat dan pemuda untuka terus memalukan patroli untuk mencari adanya caleg DPRD, DPRD Provensi, DPR dan DPD yang mencoba melakukan money politic di desanya.
” Saya sudah minta kepada semua kepala dusun untuk melakukan patroli dan memasang portal di pinta masuk ke desa Bontonyeleng untuk mengantisipasi ada ta praktek uang dari caleg maupun timnya di Bontonyeleng,” ungkap mantan anggota DPRD kabupaten Bulukumba ini.
Opu mengatakan kalau tidak bisa dipungkiri saat ini banyak dugaan adanya sejumlah oknum caleg yang sudah melemparkan isu untuk memberikan uang kepada pemilih dengan jumlah yang berpareasi.
” Kalau ada caleg yang mau coba-coba bagi-bagi uang maupun sejenisnya di Desa Bontonyeleng hati-hati saya akan tangkapi dan saya akan laporkan,” kata Opu.
Opu bahkan akan berkordinasi dengan Bawaslu kecamatan maupun yang ada di desa Bontonyeleng terkait hal ini.
Menurut mantan anggota Polri ini Proble pemilu di Indonesia yang sulit dihilangkan dan terkesan dianggap lumrah ialah politik uang. Praktik “membeli suara” bahkan sudah dilakukan secara terang-terangan.
Para kandidat politik umumnya memaknai pembelian suara sebagai praktik yang dilakukan secara sistematis, dengan melibatkan daftar pemilih rumit, dan dilakukan dengan tujuan memperoleh target suara lebih besar.
“Banyak hal yang menyebabkan larangan (politik uang) tersebut sulit untuk dipatuhi, termasuk karena larangan tersebut hanya diterapkan pada kandidat dan anggota tim kampanye yang terdaftar. Sementara, seringkali banyak anggota tim suskes yang tidak terdaftar mendistribusikan uang dan barang,” tutur katanya.
Politik uang dalam elektoral Indonesia sering disebut “serangan fajar”. Para kandidat atau tim sukses yang melakukan politik uang diancam hukuman pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Disebutkan pada Pasal 523 ayat 1, 2, dan 3 bahwa sanksi pidana diberikan kepada setiap orang, peserta, pelaksana, maupun tim kampanye yang memberikan uang atau materi lain sebagai imbalan pada pemilih, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berikut ini sanksi pidana terkait serangan fajar jika diberikan pada:
Masa kampanye, penjara maksimal dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta, masa tenang, penjara maksimal empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.hari pemungutan suara, penjara tiga tahun dan pidana paling banyak Rp36 juta.
Tidak berhenti hanya pada pidana penjara dan denda, undang-undang juga menjelaskan aturan diskualifikasi bagi para peserta pemilu yang terbukti melakukan serangan fajar. Aturan ini tercantum pada Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 286.
Aturan diskualifikasi tercantum dalam Pasal 285 huruf (a) dan huruf (b), juga Pasal 286 ayat 2. Ketika pelanggaran mengenai pemberian materi ini dilanggar dan telah terdapat keputusan hukum tetap dalam pengadilan, calon maupun pasangan calon dapat dihapus dari daftar nama peserta pemilu.(**)
Komentar